Sebuah “Bla” untuk “Blablablabla”

They say so.

They say so.

Mereka bilang begitu.

Banyak orang mengutip perkataan Lao Tzu, filsuf Cina yang hidup antara tahun 604 SM sampai 531 SM itu. Maksudnya? Untuk meyakinkan diri dan orang lain bahwa sebuah perjalanan yang begitu panjang itu mungkin saja dilalui asal dimulai dengan sebuah langkah. SEBUAH LANGKAH.

Memang, tidak ada yang salah dengan logikanya.

Sebuah gunung yang tingginya lebih dari 3000 mdpl bisa saja kamu capai, asal kamu menjejakkan satu langkah lebih dulu.  Ya, to? Oke, mungkin ini kedengaran “tidak mungkin” untuk orang yang tidak suka repot membawa satu carrier tinggi, padat, dan berat sambil berjalan mendaki jalanan setapak yang kanan kirinya jurang yang curam. Baiklah, tidak mengapa.

Tapi paling tidak, logika berikut ini bisa diterima, kan? Kalau kamu mau menyelesaikan setrikaanmu yang menggunung itu, ya dengan mulai mengambil satu helai baju untuk disetrika. Kalau kamu mau lihat mejamu yang super berantakan itu jadi rapi, ya mulailah dengan mengambil satu barang untuk dipindahkan ke tempat semestinya. Kalau kamu mau menulis esai 1000 kata, ya mulailah dengan menulis satu kata. Kalau kamu mau “blablablabla” ya seharusnya mulailah dulu dengan “bla”!

Masuk akal semua, kan?

Tapi saya sempat heran dengan diri saya sendiri. Saya mengeluh atas segunung pakaian saya yang belum rapi, tapi saya tidak pernah bergerak semilipun untuk mengambil satu helai syal tipis supaya disetrika. Saya mau meja saya rapi seketika, tapi dari tadi saya tidak berhenti menatap meja yang penuh barang dan debu itu, tanpa pergerakan sedikit pun. Saya mau esai 1000 kata saya dapat nilai A dari dosen, tapi membuka word document saja saya enggan. Malahan saya asyik ketik sana ketik sini di social media. Bagaimana saya bisa dapat “blablablabla” tanpa sebuah “bla”?!?

Sore ini saya diingatkan bahwa manusia itu unik. Kadang sebenarnya orang itu tidak malas atau ragu  membuat sebuah langkah yang bisa membawanya pada sebuah perjalanan dan akhirnya pada sebuah pencapaian yang bermakna. Kadang orang hanya hilang akal – mengapa ia melakukan ini dan itu. Saya percaya manusia membutuhkan sebuah energi yang membuat ia tahu mengapa ia menciptakan sebuah “bla” demi membangun “blablablabla” itu.

 

Selamat pulang bekerja.

Selamat mencari makan malam.

Selamat memandangi bundarnya matahari yang hendak pergi.

 

Salam,

Clarasia Kiky